Selasa, 01 Februari 2011

UMKM : Jalan Keluar Pajak Kita

Oleh : Dewa Ayu Widyastiti Sravishta

foto : istimewa/web
Setiap negara pastilah mempunyai anggaran tetap untuk belanja negara tiap tahunnya. Begitu juga dengan negara kita, Indonesia Di dalam anggaran tersebut banyak sub yang di serap demi mencukupi pembelanjaan negara. Mulai dari pajak dari dalam negeri hingga pajak di luar negeri. Negara kita telah menyerap banyak triliun dari penerimaan pajak dan non-pajak. Tapi mengapa penyerapan dana dari pajak masih di anggap kurang dan belum mencukupi kebutuhan negara?

Banyaknya pengeluaran negara membuat orang-orang di bagian keuangan negara menjadi berpikir keras untuk mencukupi kebutuhan negara dengan cara menyerap banyak pajak dari berbagai sektor. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Balai Pustaka : 2008). 

Penerimaan pajak dari berbagai sektor tersebut satu di antaranya adalah  penerimaan pajak dari dalam negeri. Pajak dari dalam negeri tersebut terdiri dari pajak penghasilan migas dan non migas. Secara mendetailnya Penerimaan non migas terdiri dari yang pertama adalah pajak langsung yaitu pajak yang meliputi pajak pendapatan dan pajak perseroan, sedangkan yang kedua adalah pajak tidak langsung yang meliputi pajak penjualan, pajak impor, ekspor, cukai, bea masuk, dan sebagainya, dan yang terakhir adalah penerimaan bukan pajak yang berasal dari keuntungan perusahaan negara (BUMN ataupun BUMD), denda atau sita, pencetakan uang, hibah dan sumbangan, dan pinjaman.Dari pajak dalam negeri saja sudah banyak sektor yang membantu pengumpulan dana untuk anggaran pembelanjaan negara. Tapi, tetap saja masih dianggap kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan negara.

Beberapa hal yang menyebabkan penerimaan pajak menjadi kurang akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi. Akibat hal tersebut pemerintah telah melakukan revisi setoran pajak dalam APBN 2009 sebesar Rp 697,3 triliun. Dan penerimaan pajak juga tergantung pada pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, Suku Bunga acuan (BI rate), dan harga minyak. Diperkirakan, karena dampak dari krisis keuangan global, banyak orang yang akan mengalami penurunan laba bahkan menanggung rugi (Kompas : 2009). Dengan melihat hal tersebut tentu saja penerimaan pajak, terutama pada pajak penghasilan menjadi berkurang, akibat adanya krisis global. Harga-harga barang kemungkinan akan meningkat sehingga masyarakat juga harus memenuhi kebutuhan sesuai harga yang ada, dan pada akhirnya pajak penghasilan pun harus menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut.

Pada tahun 2009 ini Direktorat Jenderal Pajak menargetkan setoran pajak dari hasil kegiatan pemeriksaan secara nasional sebesar 13 triliun rupiah yang merupakan bagian dari distribusi rencana penerimaan setiap Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Ditjen Pajak : 2009). Melihat hal tersebut tentu Direktorat Jendral Pajak harus mulai memikirkan dan memfokuskan penarikan pajak pada wajib pajak. Sehingga akan ada banyak sektor yang akan di ajak untuk menambah wajib pajak dan kesadaran akan pajak. Hal ini dilakukan agar penarikan pajak akan lebih besar dan dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan negara. 

Terjadinya krisis global jelas sangat berpengaruh terhadap negara kita. Belum lagi negara kita merupakan negara berkembang yang pastinya masih sulit dalam dunia perekonomian. Belum lagi banyak penduduk di Indonesia masih mengalami pengangguran. Hal ini jelas akan mempersulit penggenjotan pajak, karena masih cukup banyak masyarakat yang belum memiliki pendapatan sendiri. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (2006) sebanyak 39,05 juta penduduk di Indonesia mengalami kemiskinan akibat belum memiliki pendapatan tetap. Belumnya mereka mendapatkan pendapatan tetap akibat belum dimilikinya pekerjaan tetap yang memungkinkan mereka menaikkan taraf hidup mereka.

foto : istimewa/web
Seandainya 39,05 juta penduduk Indonesia memiliki pekerjaan yang layak dan tetap, mungkin penduduk Indonesia ini bisa membantu negara dalam mengumpulkan sumber-sumber pajak untuk keperluan negara dan menaikkan kesejahteraan masyarakat. Jika pemerintah mau membukakan banyak lapangan kerja kecil yang dapat menghasilkan uang, mungkin pemerintah bisa mengambil pajak penghasilan dari usaha kecil dan menengah tersebut. Seandainya 39,05 juta penduduk Indonesia ini mendapat gaji berkisar Rp 200.000,00 – Rp 500.000,00 per bulannya, pemerintah bisa  saja mengambil pajak sebesar 5 – 10 %. Jika di hitung negara bisa menyerap pemasukan yang cukup besar. Seandainya masyarakat Indonesia yang mengalami pengangguran dan kemudian mendapat pekerjaan melalui usaha kecil dan menengah dengan gaji per bulan yang cukup besar ini merupakan keuntungan bagi negara. Jika 39,05 juta penduduk Indonesia yang menganggur ini mendapatkan hasil dari usaha kecil dan menengah sebesar Rp 200.000,00 per bulannya dan dikenakan pajak sebesar 5 % negara bisa menyerap pemasukan sebanyak Rp 390.500.000.000,00. Walaupun masih di anggap kecil bagi negara, tapi setidaknya melalui pembukaan usaha mikro ini dapat membantu pemasukan negara.

Pengadaan lapangan kerja usaha kecil dan menengah ini sebenarnya tidak banyak mengambil dana dari pemerintah. Pemerintah cukup memberikan pelatihan usaha kecil yang kemungkinan akan di butuhkan orang banyak dan menghasilkan berbagai karya yang inovatif. Pemerintah bisa membuka pondok-pondok pengajaran dengan menghadirkan seorang yang kreatif atau ahli dalam suatu bidang yang memungkinkan banyak orang mudah mempelajarinya dan dapat di kembangkan menjadi banyak kreasi yang pada akhirnya dapat membukakan lapangan kerja baru bagi orang banyak. Tapi, satu syarat yang harus di penuhi adalah pemerintah harus memilih beberapa orang yang memiliki daya kreasi yang unik yang memungkinkan masyarakat kecil dapat mencari uang dengan keterampilan seadanya, dan keterampilan ini harus memiliki daya tarik dan daya cipta yang tinggi. Selain itu pemerintah bisa membantu dengan memberikan modal bagi usaha kecil dan menengah tersebut. Walaupun pada awalnya pemerintah akan banyak mengeluarkan dana, hasil yang akan di terima akan sebanding dengan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah. Jika berjalan dengan lancar pastinya pemasukan negara akan semakin tinggi sehingga keinginan negara untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera pun akan tercapai. 

Jika pemerintah mau menggunakan cara ini, pemerintah juga bisa melakukan kebijakan perdagangan proteksionis. Dengan kebijakan proteksionis ini negara bisa melindungi produksi dalam negeri yang sedang berkembang. Sehingga negara bisa bertahan di tengah krisis global terutama pada saat perdagangan bebas. Kebijakan perdagangan bebas nantinya akan merugikan negara kita, karena perdagangan bebas hanya akan menguntungkan negara-negara maju. Jika usaha kecil dan menengah kita bisa kuat masalah perdagangan bebas nanti tidak akan menjadi masalah. Karena kita telah memiliki pondasi ekonomi yang kuat. Kebijakan proteksionis memiliki banyak bentuk antara lain mengenakan pajak terhadap baranng yang diperdagangkan baik ekspor maupun impor, kemudian bisa juga dengan membatasi barang yang masuk ke Indonesia (kuota), pemberian dana atau subsidi oleh pemerintah kepada usaha dalam negeri sehingga usaha dalam negeri bisa bersaing dengan produk luar negeri, dan yang terakhir adalah dumping yaitu kebijakan untuk menjual barang produksi dalam negeri lebih mahal di dalam negeri daripada di luar negeri.

Jika kebijakan proteksionis ini bisa dilakukan dengan baik, pemerintah bisa melindungi produksi dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan jelas akan menguntungkan perekonomian dalam negeri. Hal lain yang mungkin bisa dilakukan masyarakat Indonesia secara bersama-sama adalah dengan cara mencintai produk dalam negeri. Dengan meningkatkan kecintaan masyarakat Indonesia dengan produk dalam negeri jelas akan lebih membantu usaha kecil dan menengah dalam negeri, sehingga usaha kecil dan menengah tersebut dapat menghasilkan laba yang tinggi dan akhirnya dapat memperbaiki perekonomian negara dan juga dapat menggenjot penerimaan pajak di Indonesia.

foto : istimewa/web
Belajar dari pengalaman krisis moneter tahun 1999 di Indonesia, seharusnya pemerintah sadar bahwa permasalahan ekonomi di Indonesia bisa diatasi dengan mulai membukakan usaha kecil dan menengah bagi masyarakat. Karena pada tahun 1999 badan-badan usaha atau perusahaan yang besar akhirnya bangkrut, sedangkan pada usaha kecil dan menengah tetap eksis bahkan tidak mengalami dampak krisis moneter. Jika pemerintah mau mulai memandang usaha kecil dan menengah, dan meningkatkan produksi orang-orang kreatif di Indonesia pastilah masalah ekonomi tidak akan terjadi, apalagi masalah pajak yang kurang dalam pendanaan APBN. Masyarakat juga bisa membantu dengan mulai menggunakan produk dalam negeri dan bangga menggunakan produk dalam negeri bukan malah bangga menggunakan produk luar negeri. Jadi, usaha penggenjotan pajak sebenarnya sudah memiliki solusi dan sudah ada di depan mata kita. Tinggal bagaimana cara pemerintah membagi dana dan berusaha untuk terus mengembangkan produktivitas serta proteksionisme terhadap produksi kita. Cintai produk dalam negeri maka kita dapat mengatasi semua permasalahan dalam dunia ekonomi Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar