Oleh : Dewa Ayu Widyastiti Sravishta
foto : istimewa/web |
Setiap negara pastilah mempunyai anggaran tetap untuk belanja negara tiap tahunnya. Begitu juga dengan negara kita, Indonesia Di dalam anggaran tersebut banyak sub yang di serap demi mencukupi pembelanjaan negara. Mulai dari pajak dari dalam negeri hingga pajak di luar negeri. Negara kita telah menyerap banyak triliun dari penerimaan pajak dan non-pajak. Tapi mengapa penyerapan dana dari pajak masih di anggap kurang dan belum mencukupi kebutuhan negara?
Banyaknya pengeluaran negara membuat orang-orang di bagian keuangan negara menjadi berpikir keras untuk mencukupi kebutuhan negara dengan cara menyerap banyak pajak dari berbagai sektor. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Balai Pustaka : 2008).
Penerimaan pajak dari berbagai sektor tersebut satu di antaranya adalah penerimaan pajak dari dalam negeri. Pajak dari dalam negeri tersebut terdiri dari pajak penghasilan migas dan non migas. Secara mendetailnya Penerimaan non migas terdiri dari yang pertama adalah pajak langsung yaitu pajak yang meliputi pajak pendapatan dan pajak perseroan, sedangkan yang kedua adalah pajak tidak langsung yang meliputi pajak penjualan, pajak impor, ekspor, cukai, bea masuk, dan sebagainya, dan yang terakhir adalah penerimaan bukan pajak yang berasal dari keuntungan perusahaan negara (BUMN ataupun BUMD), denda atau sita, pencetakan uang, hibah dan sumbangan, dan pinjaman.Dari pajak dalam negeri saja sudah banyak sektor yang membantu pengumpulan dana untuk anggaran pembelanjaan negara. Tapi, tetap saja masih dianggap kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan negara.